Sabtu, 28 April 2012

Detik-Detik Wafatnya Sang Waliyullah KHR. Achmad Fawaid As'ad

Shalat jum’at terasa hambar tanpa dihadiri oleh sang guru, KHR. Ahmad Fawaid As’ad, beliau tak bisa shalat jum’at bersama santrinya karena beliau sedang sakit di RS Surabaya, khutbah jum’at pun tak berjalan dengan lancar seperti biasanya. Semuanya khawatir akan keadaan beliau yang dikabarkan kritis di RS Surabaya.

Usai Shalat jum’at disaat para santri sedang melaksanakan pengajian di kamarnya masing-masing, sebuah perintah dari pengurus pesantren terdengar dari speaker mushalla, pengurus itu mengatakan, “semua santri yang ada di kamar-kamar maupun di masjid, diharapkan untuk pergi ke mushalla untuk mendoakan KHR. Ahmad Fawaid As’ad yang sedang sakit di RS. Surabaya”. Setelah mendengar ultimatum tersebut, satu persatu, semua santri pergi ke mushalla dengan menggenggam al-quran ditangannya.

Dengan dipimpin seorang ustad, para santri membaca surah yasin bersama-sama, yang dilanjutkan dengan membaca shalawat syifa’ bersama-sama. Disaat para santri sedang khusyu’ membaca shalwat syifa’, tiba-tiba datang Kiai Muzakki yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan KHR. Ahmad Fawaid As’ad. Kedatangan Kiai Muzakki ke mushalla membuat semua santri bertanya-tanya, dan berharap takan terjadi apa-apa mengenai KHR. Ahmad Fawaid As’ad. Disaat Kiai muzakki tiba di tempat pengimaman mushalla dan meraih microphone yang digunakan ustad untuk memimpin doa bersama itu, para santri pun menghentikan ritual doanya.
Dengan menggenggam microphone Kiai Muzaakki berdauh dengan wajah agak lesu dan cemas, “Ada pengumuman, saya mewakili keluarga besar pondok pesantren salafiyah syafi’iyah sukorejo situbondo bahwa pengasuh kita KHR. Ahmad Fawaid As’ad telah berpulang kerahmatullah di RS. Surabaya”. Bersamaan dengan dauh Kiai Muzakki tersebut, tangisan para santri tak dapat dibendung lagi, mushalla ibrahimy pada saat itu seakan-akan menjadi tempat yang sangat menyedihkan sekali.

Kabar kewafatan KHR. Ahmad Fawaid As’ad pun sudah tersebar diseantero pesantren dan daerah sukorejo (tetangga pesantren), pada saat itu pun sukorejo bagaikan kota mati semuanya berkabung. Langit pun menjadi mendung solah-olah ikut bersedih ditinggal seorang guru besar yang sangat harum sekali perjuangannya. 

Selang beberapa jam, sukorejo dipadati para tamu yang ingin bertakziah. Para alumni pesantren, Para Kiai pesantren daerah jawa, dan para pengikut KHR. Ahmad Fawaid As’ad ikut bergabung dalam keramaian. Masjid Ibrahimy yang luas dan besar menjadi sempit, semua orang ingin berpartisipasi dalam ritual shalat jenazah KHR. Ahmad Fawaid As’ad, isak tangis para pentakziah pun menggema didalam masjid ibrahimy.

Kesedihan semakin bertambah ketika jenazah KHR. Ahmad Fawaid As’ad digiring menuju masjid ibrahimy, semua orang melambaikan tangannya seakan-akan berkata selamat jalan KHR. Ahmad Fawaid As’ad. Semuanya pilu dan tak rela ditinggal seseorang Kiai yang penuh kharismatik. Hiruk pikuk, kekalutan, dan dzikir bercampur menjadi satu ketika menyambut iringan jenazah KHR. Ahmad Fawaid As'ad. 

Sekitar jam 08:30 setelah shalat jenazah rampung,  pemakaman dilaksanakan, makam KHR. Ahmad Fawaid As’ad diletakkan tepat disebelah makam KHR. As’ad Syamsul Arifin, ayahnya beliau yang juga menjadi Kiai besar dulunya. Kerumunan warga tak dapat dibendung lagi, area pemakaman dari segala penjuru, penuh dengan para tamu yang ingin menyaksikan proses pemakaman KHR. Ahmad Fawaid As’ad. 

Kamis, 26 April 2012

KH. Ahmad Sufyan MIftahul Arifin

Belum lepas dari ingatan kepergian KHR. Ahmad Fawaid As’ad yang begitu tiba-tiba pada Jumat 9 Maret lalu. Kini air mata masyarakat Kota Santri dan sekitarnya kembali tertumpah, tepatnya kemarin (6/4). KH. Achmad Sofyan Miftahul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sumber Bunga, Desa Sletreng, Kecamatan Kapongan, berpulang ke Rahmatullah.

Kiai Sofyan yang juga mengasuh Ponpes Mambaul Hikam, Desa Panji Kidul, Kecamatan Panji, itu meninggal di Hotel Hera, Misfarah, No. 401, Makkah, Kamis malam (6/4) sekitar pukul 19.00 waktu Arab Saudi, atau sekitar pukul 23.00 WIB. Hotel tersebut merupakan penginapan Kiai Sofyan selama melakukan umrah bersama 171 jamaah asal Situbondo dan Bondowoso.

Kiai karismatis berumur 97 tahun itu dimakamkan di Ma’la, pemakaman yang berjarak sekitar dua kilometer dari Masjidil Haram. Kiai Sofyan dikebumikan setelah salat Jumat (waktu Makkah). Dia disalati di Masjidil Haram sebelum dikebumikan di Ma’la.

Informasi yang dikumpulkan wartawan koran ini menyebutkan, memakamkan Kiai Sofyan di Makkah sudah atas persetujuan keluarga di Situbondo. Selain itu, juga berdasar wasiat Kiai Sofyan. Konon, pada 1995, dia ingin meninggal di Mekkah dan disalatkan di Masjidil Haram.

Sejumlah ulama terkemuka di Saudi Arabia mendoakan langsung Kiai Sofyan, di antaranya Syeikh DR. Muhammad Bin Ismail Al-Maliki yang datang langsung ke penginapan Kiai Sofyan. Informasi yang dikumpulkan wartawan koran ini menyebutkan, tidak ada yang menyangka bahwa Kiai Sofyan akan mengembuskan napas terakhir saat umrah. Pasalnya, saat berangkat kondisinya baik-baik saja.

Kiai Sofyan dan rombongan berangkat ke Makkah pada 25 Maret. Dia ditemani dua putrinya dan empat khaddam. Ikut dalam rombongan, yaitu Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto; Ketua Dewan Tanfidz PKNU, KH. Masyrus Syam; Sekretaris MUI Situbondo, Hamid Jauharul Fardhi; Anggota KPU, Imron Rosyidi; dan anggota DPRD dari PKNU, Ulvia Rasyid.

Selain itu, ada sekitar 160 jamaah lain. Selain warga biasa, di antaranya adalah pengasuh pesantren di Kabupaten Situbondo dan Bondowoso. Rombongan umrah dibagi dalam dua kloter. Kloter pertama berjumlah 21 orang. Mereka di Tanah Suci hanya 16 hari. Minggu pagi besok mereka akan terbang via Hongkong.

Selasa malam, rombongan kloter pertama itu diprediksi sampai di Panji Kidul, Situbondo. Sementara itu, kloter dua masih menetap di Makkah hingga dua pekan mendatang. Menurut Sekretaris MUI Situbondo, Hamid Jauharul Fardhi, tidak ada tanda-tanda bahwa Kiai Sofyan akan wafat di Makkah.” Kiai memang sempat meriang. Hanya itu saja, tak ada tanda-tanda lain,” terangnya melalui layanan pesan singkat kepada wartawan koran ini.

Sebelum tiba di Makkah, Kiai Sofyan dan rombongan berada di Madinah selama sembilan hari. Nah, beberapa saat setelah tiba di Makkah, sekitar pukul 07.00, dia mengeluh suhu badannya agak panas. Namun, itu hanya dianggap keluhan biasa. “Setelah mengimami salat jamaah di kamar hotel, Kiai (Sofyan) memilih beristirahat. Kami sempat mendampingi beliau di kamar.

Kala itu tidak ada keluhan apaapa. Kami tenang-tenang saja, hanya berdoa,” kenang Hamid. Satu-satunya isyarat Kiai Sofyan akan pergi selamanya adalah tokoh kelahiran 1915 itu sering menanyakan jam. “Beliau selalu menanyakan jam. Seakan-akan ada yang ditunggu, itu saja yang menjadi isyarat kepada kami,” imbuh pria yang bekerja di salah satu perbankan tersebut.

Setelah mengeluh badannya panas, Kiai Sofyan langsung ditangani tim medis yang ikut dalam rombongan. Setelah itu, kondisinya membaik. Kiai pun sempat keluar menemui Lora Ma’mun, putra bungsunya yang menimba ilmu di sebuah pesantren di Makkah. “Sekembali dari tempat putranya, kiai sangat sehat. Bahkan, beliau masih sempat makan siang,” tulis Hamid.

Di detik-detik wafatnya, Kiai Sofyan sempat memesan bakso. Itu cukup aneh. Sebab, makanan itu selama ini jarang dijamah. Sayang, sebelum makanan yang dipesan datang, sang kiai dipanggil Allah. “Beliau wafat dengan tenang dan tanpa sakit apa pun ba’da Magrib sekitar pukul 19.00 waktu Makkah.

Hujan deras dan petir menggelar mengiringi kepergian beliau. Keadaan itu tidak biasa. Sebab, di Makkah sudah setahun hujan tidak turun,” papar Hamid. Jenazah Kiai Sofyan sempat dibawa ke sebuah rumah sakit di Makkah, Namun, bukan untuk apa-apa, kecuali hanya sebagai persyaratan disalatkan di Masjidil Haram.