Kamis, 31 Maret 2011

Mewarisi Keteladanan Nabi Muhammad SAW


Uraian Maulid Nabi di Istana Negara, 16 Februari 2011
Oleh: DR. KH Said Aqil Siroj MA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah pada malam ini kita bisa merayakan bersama-sama hari kelahiran tokoh besar pemimpin ummat Nabi Besar Muhammad SAW dalam suasana damai dan sejahtera. Walaupun beliau lahir dan tampil sebagai pemimpin dunia lima belas abad yang lampau, tetapi dampak dan jejak serta manfaatnya tetap bisa kita rasakan sampai hari ini. Hal itu tidak lain karena apa yang disampaikan Oleh Nabi Muhammad baik yang tertuang dalam Al Quran maupun Sunnah, tidak hanya berupa aturan-aturan yang abstrak, tetapi merupakan ajaran-ajaran yang konkret yang bisa diterjemahkan ke dalam perilaku sehari-hari, di mana beliau sendiri menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik), bagi umatnya hingga hari ini. Keluhuran akhlak Nabi itu ditegaskan bahwa; “kaana khuluquhul qur’an, seluruh berperilaku Nabi adalah cerminan dari nilai-nilai luhur yang ada dalam Al Quran.

Nabi Muhammad diutus dengan mengemban tugas profetik atau tugas suci liutamimma makaarimal akhlaq (menyempurnakan akhlak manusia). Tentu saja ini tugas yang sangat berat, dan itu misi yang hampir mustahil karena mengembangkan akhlaq atau moralitas di tengah masyarakat dunia yang sedang dalam suasana jahiliyah yang sangat mapan dengan sistem sosial yang penuh diskriminasi, dengan sistem ekonomi yang penuh penghisapan; dengan sistem kekuasaan yang penuh penindasan; dan sistem religinya yang penuh kemusyrikan. Sistem yang sudah kokoh itu yang harus dibongkar dan dirombak oleh Nabi untuk diganti dengan sistem kehidupan baru yang lebih adil, lebih manusiawi.

Dalam mengawali tugas besar itu, maka yang pertama-tama ditanamkan oleh Nabi adalah nilai-nilai tauhid atau keimanan. Ini merupakan langkah pertama membebaskan mereka dari kesesatan. Selanjutnya dari keimanan itu lahirlah amal saleh, menuju nilai-nilai Islam yang sarat dengan kemajuan peradaban dan pembebasan dari nilai-nilai kejahiliyahan. Dalam misi tersebut sini benar-benar terintegrasi antara iman dan amal sholeh, yang tercermin dalam setiap tindakan. Misi profetik yang diemban Nabi adalah menciptakan masyarakat berperadaban tinggi, yang dilandasi oleh iman dan amal saleh.

Pembangunan Masyarakat dimulai di Madinah, mengingat kondisi Yatsrib (Madinah) sebagai daerah sistem kemasyarakatan bersifat majemuk, plural. Karena itu dalam berbagai kesempatan kami tanpa keraguan sedikitpun mengatakan bahwa; Nabi tidak mendirikan negara Islam tetapi mendirikan negara Madinah. Pada masa itu penduduk Madinah sangat heterogen terdiri dari kaum Muslimin yang berasal dari suku Quraisy (Muhajirin) dan kelompok Ansor (Suku Aus dan Khazraj), kaum itu Yahudi terdiri dari Bani Quraidlah, Bani Qoinuqa’ dan Bani Nadzir, dan kelompok Nasrani dari Najran. Dengan mereka itu Nabi membuat Piagam Madinah mengikat masyaraakat majemuk tadi menjadi ummat wahidatan (satu Ummat) yang menjunjung persamaan mengesampingkan perbedaan dan berjuang bersama dalam membela negara. Sebagai pemimpin nabi meberikan perhatian yang besar terhadap seluruh kelompok masyarakat, menunjukkan rasa kasih sayang, tetapi tetap tegas dan adil. Dalam masyarakat Madinah setiap pemeluk agama mendapatkan hak hidup dan kebebasan menjalankan agamanya dengan seluas-luasnya. Sebagai Contoh suatu ketika ada seorang Muslim membunuh seorang Yahudi, maka Nabipun menegurnya dengan mengatakan;
من قتل ذميا فأنا خصمه و من كنت خصمه فلم يشم ريحة الجنة
Artinya: “Barang siapa memerangi kaum dzimmi maka akulah musuhnya, dan barang siapa memusuhiku maka tidak akan menghirup aroma Surga”.

Ini menunjukkan betapa pandangan pluralis dan bersikap toleran itu telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh Nabi sejak awal. Dengan demikian Piagam Madinah bisa dilaksanakan dengan efektif bagi seluruh anggota kelompok yang menandatangani Piagam tersebut. Semuanya hidup rukun dan bebas menjalankan agama masing-masing di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad. Kehidupan itulah yang menyebar ke seluruh dunia termasuk yang datang dan tumbuh di Nusantara.

Bapak Presiden, Ibu Negara, para menteri, pejabat tinggi negara, para duta besar negara-negara sahabat, alim ulama, hadirin hadirat sekalian yang saya hormati

Aspek lain yang penting untuk diketengahkan dari kepemimpinan Nabi di Madinah yang relevan dengan situasi sekarang sifatnya yang adil, tegas dan tidak nepotis. Suatu ketika tertangkap seorang wanita karena mencuri, lalu Usamah bin Zaid meminta kepada Nabi untuk membebaskan wanita tersebut dari hukuman. Tetapi dengan tegas Nabi menolak untuk membebaskan pencuri tersebut dengan mengatakan:
“Seandainya Fatimah binti Muhamamad (anakku) mencuri, maka akan saya potong sendiri tangannya.”

Dalam menerapkan risalahnya Nabi bertindak adil terhadap siapapun, kalau keluarganya sendiri menyeleweng juga akan ditindak, bukan dilindungi. Dengan demikian hukum bisa ditegakkan tanpa pandang bulu, karena ada law enforcement yang kuat.

Karakter Nabi lainnya yang patut kita contoh adalah sikapnya yang selalu mengasihi fakir miskin dan rakyat jelata. Mampu melayani rakyat jelata sebagimana menghadapi para pembesar. Nabi sendiri memilih cara hidup yang sederhana agar bisa bergaul dan merasakan penderitaan mereka sehingga bisa memperjuangkan kepentingan mereka. Ajaran yang dibawa Nabi tentang zakat, infaq dan keutamaan sedekah adalah untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan dan kerukunan. Tujuan pelaksanaan zakat dan sedekah itu sangat jelas:
كى لا دولة بين الأغنياء منكم

Artinya: Agar harta-benda tidak hanya berputar di lingkungan orang-orang kaya. (QS. Al Hasyr: 7)

Dan ajaran ini diterapkan Abu Bakar ketika orang yang tidak mau membayar zakat maka dianggap keluar dari Islam, maka mereka yang melanggar ditindak secara tegas, ini menunjukkan kepedulian pada masyarakat kecil, seperti yang dicontohkan Nabi.

Pada Masa pembebasan Kota Mekah Nabi memberikan keteladanan yang lain dengan memberikan amnesti umum pada kelompok yang selama ini memusuhi beliau. Walaupun beliau mereka usir dari tanah kelahirannya itu selama kurang lebih delapan tahun, tetapi beliau tidak melakukan balas dendam, terhadap orang-orang yang dulu melakukan penyiksaan, penghinaan terhadap Islam dan kaum Muslimin dan Nabi sendiri. Tetapi ada sekelompok sahabat yang dendam pada kekejaman orang kafir Quraisy di zaman dahulu, sehingga sesumbar dengan geram; al yauma yaumul malhamah (hari ini adalah hari pembalasan), maka dengan tegas Nabi mencegah kemauan sekelompok sahabatnya itu dengan sikap sebaliknya dengan bahasa penuh kesejukan; al yauma yaumul marhamah (hari ini adalah hari kasih sayang), hari untuk saling memaafkan. Selanjutnya diumumkan; barang siapa masuk masjid maka mereka aman, dan barang siapa masuk rumah Abu Sufyan Tokoh Quraisy juga aman, dan barang siapa yang menutup rumahnya juga dijamin keamanannya; sehingga tidak ada pertumpahan darah dalam pembebasan Mekah itu. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, jauh dari rasa dendam, apalagi dendam pribadi. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam Al-Quran:
فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفرلهم
Artinya: “Dikarenakan rahmat dari Allah–lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka (Quraisy). Seandainya kamu bersikap keras dan kasar tentulah mereka akan menjauh dari sisimu, karena itu maafkan dan mohonkan ampun mereka.” (QS. Ali Imran: 159).

Dengan sikap lembut dan pemaaf itu misi Nabi justru lebih menumbuhkan simpati masyarakat.

Hikmah tarikh lain yang diajarkan Nabi adalah setelah pembebasan Mekah, berbagai suku di Arab telah masuk Islam, sehingga membuat bangga sebagian kaum Muslimin yang jumlahnya mayoritas. Sikap itu membuat mereka angkuh dan lengah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasulnya, sehingga mereka mendapat musibah besar ketika mendapat serangan dari orang kafir di Khunain. Allah mencela hal itu dengan berfirman:
ويوم حنين إذ أعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا
Artinya: Dan ingatlah peristiwa Khunain, ketika kamu congkak, karena banyaknya jumlahmu, maka padahal jumlah yang banyak tu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun." (QS. At-Taubah: 25)

Allah dan Rasulnya menghendaki bagi kelompok mayoritas harus tetap rendah hati, sehingga bisa menjadi pelindung bagi keompok minoritas yang lain.

Bapak Presiden, hadirin hadirat yang saya muliakan.

Peristiwa bersejarah yang perlu diperhatikan juga adalah saat beliau membagi-bagi harta ghanimah (rampasan perang) setelah Peristiwa Thaif, Nabi meberikan porsi yang sangat sedikit para sahabat pejuang Islam terkemuka dan telah lama berjuang. Sebaliknya memberi pembagian yanag sangat besar pada tokoh-tokoh Quraisy yang baru masuk Islam walaupun mereka itu kaya-raya, sehingga ada seorang sahabat yang memprotes;

“Berlaku adillah Muhammad!” Nabi menjawab; “Demi Allah apa yang saya lakukan ini perintah Allah dan aku telah berbuat adil”. Selanjutnya Nabi mengatakan; “Akan muncul dari umatku orang seperti ini yang hafal Al-Qur’an tetapi tidak melampaui tenggorokannya, mereka itu lebih buruk dari binatang.”

Apa yang dikatakan Nabi benar tidak lama setelah Nabi wafat muncul kelompok Khawarij yang bersikap tatharruf (ekstrem) sehingga mengkafirkan dan membunuh sesama Muslim. Inilah cikal bakal munculnya radikalisme Islam seperti yang kita hadapi saat ini. Nabi mencela tindakan mereka, karena merugikan Islam dan menyengsarakan kaum Muslimin. Alhamdulillah saat ini organisasi-organisasi Islam, kalangan masyarakat dan pemerintahn bergandengan tangan bersatu padu menolak gerakan radikalisme. Karena gerakan itu terbukti tidak hanya melawan umat Islam sendiri, tetapi berani menentang sahabat bahkan menentang Nabi, dengan mengatasnamakan Islam dan keadilan.

Efektivitas kepemimpinan Nabi itu teah menciptakan kehidupan yang sebelumnya penuh kekerasan menjadi kehidupan yang penuh kedamaian. Ini merupakan pelajaran penting bagi umat Islam sesudahnya dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara. Kuncinya adalah bersatunya iman dengan amal saleh, bersatunya antara aturan dan kata dengan perbuatan. Rupanya teladan yang telah diberikan Nabi kita ini menginspirasi para Bapak Pendiri Bangsa kita, dan diterapkan dengan sangat tepatnya dan dalam rumusan yang sangat indahnya saat membuat dasar negara dengan pertama-tama meletakkan fundasi Ketuhanan yang Maha Esa, yang dalam bahasa agama disebut ketauhidan atau keimanan, bagi bangsa Indonesia.

Berdasarkan ketauhidan itu kemudian dilanjutkan dengan prinsip kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan (yang mencerminkan amal saleh). Semuanya ini tertuang dalam Pancasila yang menjadi dasar negara kita, di mana Sila pertama mencerminkan amanu (keimanan), sedangkan empat sila berikutnya mencerminkan amilus sholihati (dan amal saleh). Karena itu kedudukan Pancasila mempunya posisi kuat, baik secara syar’i (agama) maupun secara siyasi (politik). Karena itu Pancasila diterima dengan sepenuh hati sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara.

Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi masih banyak persoalan yang kita hadapi dan ini merupakan problem besar yang perlu segera diselesaikan. Dengan sumber daya yang ada dan dengan ilmu pengetahuan yang ada serta dengan semangat dan iman dan moralitas yang ada, kita optimis berbagai persoalan rakyat dan bangsa ini bisa diatasi dengan petunjuk dan keteladanan yang diberikan oleh Nabi. Problemnya saat ini kenapa kita masih sulit meneladani langkah dan perbuatan yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad. Hal itu tidak lain karena masih terlalu besarnya interes pribadi dan kelompk dibanding kepedulian pada kepentingan umum atau umat. Hal itu disebabkan orang terpukau oleh arus kehidupan modern yang materialistik dan hedonistik. Padahal kekayaan dan kekuasaan itu hanya sebagai sarana untuk menuju keridloan Allah, karena harta dan kekuasaan itu tidak langgeng dan hanya amanah atau titipan oleh Allah, dan setiap saat Allah bisa mengambilnya kembali, sebagaimana difirmankan;
قل اللهم مالك الملك تؤتى الملك من تشاء وتنزع الملك ممن تشاء وتعز من تشاء وتذل من تشاء بيدك الخير إنك على كل شيء قدير
Artinya: “Katakanlah; Wahai tuhan yang memiliki kekuasaan, engkau memberi kekuasaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau mencabut kekuasaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan kau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tanganmu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)

Tentu saja harta harus dicari, tetapi dengan jalan yang halal. Mencari harta untuk memenuhi hajat hidup itu termasuk ibadah dan tergolong amal shaleh. Mesti diketahui bahwa harta harus ditasarufkan untuk hal hal yang baik, sehingga harta menjadi bermakna. Karena kalau harta hanya dikumpulkan untuk kesenangan pribadi dengan mengabaikan kepentingan orang lain apalagi kepentingan rakyat dan negara, maka di situlah mulai timbul berbagai penyimpangan seperti korupsi kolusi dan sebagainya. Padahal Allah sudah mengingatkan bahwa harta yang diperoleh dengan cara tidak benar itu akan sia-sia;
لن تغني عنهم أموالهم ولا أولادهم من الله شيئا
Artinya: "Tidak berguna sama-sekali, harta dan anak-anak mereka bagi Allah." (QS. Ali Imran: 10).

Bagaimanapun kekuasaan, kepemimpinan bahkan kehidupan sendiri adalah amanah dari Allah SWT, yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Amanah adalah salah satu sifat para Nabi dan Rasul yang harus diteladi oleh umatnya. Dengan dengan amanah itulah kebenaran dan misi Islam bisa disampaikan, sebagaimana firman Allah :
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan dengan adil." (QS. An-Nisa: 57).

Karena kepemimpinan dan harta adalah amanah maka Islam menetapkan prinsip para pemimpin yang memiliki kekuasaan agar menerapkan kekuasaannya sesuai dengan amanah yang mereka emban tanpa ditambah atau dikurangi:
تصرف الأمام على الرعية منوط بالمصلحة
(kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus merujuk pada kemashlahatan umat).

Komitmen kerakyatan bagi seorang pemimpin adalah sebuah kemestian dalam pengertian ini. Bahkan ditegaskan lagi oleh Mujtahid besar Imam Muhammad Ibn Idri As Syafii, bahwa;
منزلة الإمام من الرعية منزلة الولي من اليتيم
(Posisi pemerintah dalam hubungannya dengan rakyat seperti posisi wali terhadap anak yatim).

Ibarat anak yatim, maka rakyat harus dilindungi dan dijaga hak-hak mereka, disalurkan aspirasinya. Mengambil hak rakyat sama dosanya dengan mengambil hak-hak anak yatim, karena itu harus dijauhi. Kebijakan yang mengabaikan kepentingan rakyat sama dengan mengambil hak rakyat itu sendiri, ini yang mesti diperhatikan oleh setiap pemimpin.

Bapak Presiden, hadirin hadirat sekalian yang berbahagia.

Keteladanan yang diberikan Nabi tentang bagaimana menyantuni rakyat dan mengatasi fakir miskin dengan menggerakkan zakat, dan sedakah serta bentuk –bentuk pendistribusian kekayaan dan kesejahteraan lainnya. Segala bentuk monopoli kekuasaan maupun kekayaan haruslah dihindarkan agar kesejahteraan umum terjamin. Saat ini konsentrasi kekayaan di sekelompok orang masih saja terjadi di sana sini, sehingga mengurangi kesempatan yang lain. Pemerintah mesti peka pada persoalan ini, langkah pemerintah ke arah ini sudah ada, tetapi perlu terus digiatkan agar tidak bocor, menyimpang atau berhenti di tengah jalan. Rakyat perlu diberi akses sebesar-besarnya pada sumber-sumber ekonomi. Dengan demikian monopoli kekayaan bisa diurai sehingga pemerataan kesejahteraan yang terjadi.

Dengan diutusnya Nabi Muhammad kita bisa memperoleh petunjuk dari Allah menuju jalan yang benar, jalan menuju keadilan dan ketakwaan. Begitulah misi besar Nabi Muhammad yang membawakan ajarannya dengan melalui keteladanan, menunjukkan ajaran Islam yang dibawa bisa diterapkan sesuai dengan kemampuan umat manusia. Dengan perjuangannya yang penuh ketabahan dan penuh optimisme itu Islam bisa melakuakn perubahan tata kehidupan Dunia hanya dalam waktu singkat, sehingga benar-benar menjadikan umat manusia memperoleh petunjuk dan kedamaian. Itulah sebabnya Islam disebut sebagai agama rahmatan lil alamin, yang ini dicontohkan langsung oleh Nabi. Dan akan tetap relevan shalihun fi Kulli zaman wa makan (relevan sepanjang zaman dan setiap tempat). Dalam waktu yang relatif singkat, kurang dari seperempat abad ajaran dan pengaruhnya telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dalam hal ini Allah berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang beriman untuk tuduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah diturunkan dan janganlah mereka seperti kaum sebelumnya walaupun telah diturunkan kitab kepadanya, kemudian berlalaulah masa yang panjang atas mereka, lalau hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Kecerdasan, kecerdikan memang sangat diperlukan untuk meraih kemajuan, tetapi perlu diingat, semuanya perlu dilandasi dengan nilai moral dan kerendahan hati. Karena seringkali orang berbuat salah dan tidak bisa melihat kebenaran bukan karena buta matanya, tetapi karena buta hatinya:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

Artinya: “Apakah mereka tidak berjalan di atas bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telingan untuk mendengar. Karena sesungguhnya bukan mata (kepala) mereka yang buta, tetapi yang buta adalah (mata) hati mereka yang ada di dada.” (QS. Al Hajj: 46).

Seringkali kebutaan hati, ketidak kepekaan nurani itu yang menghalangi seseorang untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya. Bahkan kalau hati sudah buta, walaupun mata melihat dengan terang benderang, realitas yang terpampang di depan mata tidak kelihatan, kalaupun kelihatan sama sekali tidak menyentuh hati dan perasaan mereka, karena ketajaman perasaan telah tumpul, kepepekaan sosial juga telah hilang. Di situlah pentingnya para pemimpin terutama para pejabat tinggi untuk selalu mengasah hati agar memiliki kepekaan yang tinggi dalam menangkap setiap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Di sini selain diperlukan aqal (rasio), tetap juga dibutuhkan ketajaman dzauq (rasa) yang ada dalam qalbu manusia.

Bapak Presiden, hadirin-hadirat yang dirahmati Allah

Cahaya iman dan etika itu yang menjiwai dan menginspirasi perkembangan keilmuan dan peradaban Islam. Ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan keimanan itu, kemudian dilaksanakan dengan kerendahan hati bahwa ilmu ini dari Allah dan ditasarufkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Dengan prinsip semacam itu maka ilmuwan yang beriman saat mencapai karir keilmuannya bukan semakin congkak, bukan semakin feodal, tetapi semakin merunduk hatinya, baik di hadapan Tuhan maupun dihadapan sesama manusia. Karena itu sangatlah arif apa yang diajarkan oleh para pujangga kita, yaitu ilmu padi, semakin tua, dan semakin berisi maka semakin merunduk. Ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana banyak diamalkan oleh para ulama.

Semua contoh dan keteladanan Nabi itu bukan hanya untuk diceritakan, tetapi untuk diwarisi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari, hari, baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, masyarakat bernegara dan berbangsa. Insyallah.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Keutamaan shalawat kepada Rasulullah SAW

Sesungguhnya Allah dengan segala kekuasaan-Nya telah mengutus nabi-Nya Muhammad SAW dan telah memberinya kekhususan dan kemuliaan untuk menyampaikan risalah.

Allah SWT telah menjadikannya rahmat bagi seluruh alam dan pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa serta menjadikannya orang yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Seorang hamba harus mentaatinya, menghormati dan melaksanakan hak-haknya. Dan di antara hak-haknya adalah Allah mengkhususkan baginya sholawat dan memerintahkan kita untuk itu di dalam kitab-Nya yang agung (Al-Qur’an) dan Sunnah nabi-Nya yang mulia (Hadits).

Orang yang yang bersholawat untuknya akan memperoleh pahala yang berlipat ganda. Sungguh berbahagialah orang yang mendapatkan itu. Dan karena masalah ini memiliki urgensi yang sangat besar dan pahala yang besar pula, maka kami merasa perlu untuk mengeluarkan tulisan-tulisan sederhana ini, yang di dalamnya terdapat motivasi untuk memperbanyak sholawat dan salam untuk nabi dan rasul yang paling mulia ini.

Ya Allah! Berilah Sholawat dan Salam atas nabi dan kekasih-Mu Muhammad SAW selama siang dan malam yang silih berganti.


Pengertian Sholawat dan Salam atas nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


Allah subhaanhu wa ta’aala berfirman:

} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Ibnu Katsir-Rahimahullah- berkata: “Maksud ayat ini adalah bahwa Allah subhaanhu wa ta’aala mengabarkan kepada hamba-hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad SAW) di sisi-Nya di langit di mana malaikat-malaikat bersholawat untuknya, lalu Allah subhaanhu wa ta’aala memerintahkan makhluk-makhluk yang ada di bumi untuk bersholawat dan salam untuknya, agar pujian tersebut berkumpul untuknya dari seluruh alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah.”

Ibnul Qoyyim -Rahimahullah- berkata dalam buku “Jalaul Afham”: “Artinya bahwa jika Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk rasul-Nya, maka hendaklah kalian juga bersholawat dan salam untuknya karena kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia dan di akhirat.”

Banyak pendapat tentang pengertian Sholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

, dan yang benar adalah seperti apa yang dikatakan oleh Abul Aliyah: “Sesungguhnya Sholawat dari Allah itu adalah berupa pujian bagi orang yang bersholawat untuk beliau di sisi malaikat-malaikat yang dekat” -Imam Bukhari meriwayatkannya dalam Shohihnya dengan komentar yang kuat- Dan ini adalah mengkhususkan dari rahmat-Nya yang bersifat umum. Pendapat ini diperkuat oleh syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.

Salam: Artinya keselamatan dari segala kekurangan dan bahaya, karena dengan merangkaikan salam itu dengan sholawat maka kitapun mendapatkan apa yang kita inginkan dan terhapuslah apa yang kita takutkan. Jadi dengan salam maka apa yang kita takutkan menjadi hilang dan bersih dari kekurangan dan dengan sholawat maka apa yang kita inginkan menjadi terpenuhi dan lebih sempurna. Demikian yang dikatakan oleh Syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.


Hukum Sholawat Untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Menurut madzhab Hanbaliy, sholawat dalam tasyahhud akhir itu adalah termasuk di antara rukun-rukun sholat.

Al-Qodhi Abu Bakar bin Bakir berkata: “Allah subhaanhu wa ta’aala telah mewajibkan makhluk-Nya untuk bersholawat dan salam untuk nabi-Nya, dan tidak menjadikan itu dalam waktu tertentu saja. Jadi yang wajib adalah hendaklah seseorang memperbanyak sholawat dan salam untuk beliau dan tidak melalaikannya.”


Saat-Saat Yang Disunnahkan dan Dianjurkan Membaca Sholawat dan Salam Untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


1. Sebelum berdoa:

Fadhalah bin ‘Abid berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya, tetapi tidak bersholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:

((إذَا صَلَّى أحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيهِ ، ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ))

“Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim]

Dalam salah satu hadits disebutkan:

((الدُّعَاءُ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّيَ الدَّاعِي عَلَى النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم ))

“Doa itu terhalangi, hingga orang yang berdoa itu bersholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [H.R. Thabarani]

Ibnu ‘Atha berkata: “Doa itu memiliki rukun-rukun, sayap-sayap, sebab-sebab dan waktu-waktu. Bila bertepatan dengan rukun-rukunnya maka doa itu menjadi kuat, bila sesuai dengan sayap-sayapnya maka ia akan terbang ke langit, bila sesuai dengan waktu-waktunya maka ia akan beruntung dan bila bertepatan dengan sebab-sebabnya maka ia akan berhasil.”

Adapun rukun-rukunnya adalah menghadirkan hati, perasaan tunduk, ketenangan, kekhusyu’an, dan ketergantungan hati kepada Allah, sayap-sayapnya adalah jujur, waktu-waktunya adalah di saat sahur dan sebab-sebabnya adalah sholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


2. Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((رَغَمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))

“Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim]


3. Memperbanyak sholawat untuknya pada hari Jum’at:

Dari ‘Aus bin ‘Aus berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((إنَّ أفْضَلَ أيَّامِكُمْ يَوُمُ الجُمْعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ ...))

“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah sholawat untukku pada hari itu, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku......” [R. Abu Daud, Ahmad dan Hakim]


4. Sholawat untuk nabi ketika menulis surat dan apa yang ditulis setelah Basmalah:

Al-Qodhi ‘Iyadh berkata: “Inilah saat-saat yang tepat untuk bersholawat yang telah banyak dilakukan oleh umat ini tanpa ada yang menentang dan mengingkarinya. Dan tidak pula pada periode-periode awal. Lalu terjadi penambahan pada masa pemerintahan Bani Hasyim -Daulah ‘Abbasiah- lalu diamalkan oleh umat manusia di seluruh dunia.”

Dan di antara mereka ada pula yang mengakhiri bukunya dengan sholawat.


5. Ketika masuk dan keluar mesjid:

Dari Fatimah -Radhiyallahu ‘Anha- berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah:

((بِسْمِ اللهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَاغْفِرْ لَنَا وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ رَحْمَتِكَ))

”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah sholawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.”

“Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan:

((وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ فَضْلِكَ))

“Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi]


Cara Sholawat dan Salam Untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Allah shallallahu ‘alaihi wasallam berfirman:

} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Jadi yang utama adalah dengan menggandengkan sholawat dan salam bersama-sama, dengan harapan agar doanya dapat dikabulkan oleh Allah shallallahu ‘alaihi wasallam Inilah bentuk sholawat dan salam untuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam Dari Abi Muhammad bin ‘Ajrah -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar kepada kami, lalu saya berkata: “Wahai Rasulullah! Kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bersholawat untukmu?” Maka beliau bersabda: “Katakanlah:

((اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إبْرَاهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))

“Ya Allah! Berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafqun ‘Alaihi]

Dan dari Abi Hamid As-Sa’id -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Mereka bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana kami bersholawat untukmu? Beliau menjawab: “Katakanlah:

((اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))

“Ya Allah! Berilah sholawat untuk Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberi sholawat untuk Ibrahim. Berkatilah Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafaqun ‘Alaihi]

Kedua hadits ini menunjukkan bentuk sholawat yang sempurna untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.


Keutamaan Sholawat dan Salam Untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Dari Umar -Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((إذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا لِي الوَسِيلَةَ فَإنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأرْجُو أنْ أكُونَ هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ))

“Jika kalian mendengar orang yang adzan maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan dan bersholawatlah untukku karena barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah (kedudukan mulia di surga) untukku, karena ia adalah suatu kedudukan di surga yang tidak pantas diberikan kecuali kepada seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan semoga akulah hamba itu, maka barangsiapa yang memohon untukku wasilah maka ia berhak mendapatkan syafa’at.” [H.R. Muslim]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِيْنَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي))

“Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.” [H.R. Thabarani]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا))

“Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” [H.R. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga]

Dan dari Abdurrahman bin ‘Auf -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Saya telah mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ia sedang sujud dan memperpanjang sujudnya. Beliau bersabda:“Saya telah didatangi Jibril, ia berkata: “Barangsiapa yang bersholawat untukmu, maka saya akan bersholawat untuknya dan barangsiapa yang memberi salam untukmu maka saya akan memberi salam untuknya, maka sayapun bersujud karena bersyukur kepada Allah.” [H.R. Hakim, Ahmad dan Jahadhmiy]

Ya’qub bin Zaid bin Tholhah At-Taimiy berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang kepadaku (malaikat) dari Tuhanku dan berkata: “Tidaklah seorang hamba yang bersholawat untukmu sekali kecuali Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” Maka seseorang menuju kepadanya dan bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah saya jadikan seperdua doaku untukmu?” Beliau menjawab: “Jika anda mau”. Lalu bertanya: “Apakah saya jadikan sepertiga doaku?” Beliau bersabda: “Jika anda mau” Ia bertanya: “Kalau saya jadikan seluruh doaku?” Beliau bersabda: “Jika demikian maka cukuplah Allah sebagai motivasi dunia dan akhiratmu.” [H.R. Al-Jahdhami, Al-Albani berkata: “Hadits Mursal dengan Isnad yang Shohih]

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((إنَّ للهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِينَ يُبَلِّغُونَنِي مِنْ أُمَّتِي السَّلاَمَ))

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling menyampaikan salam kepadaku dari umatku.” [H.R. Nasa’i dan Hakim]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, diampuni sepuluh dosa-dosanya dan diangkat baginya sepuluh derajat.” [H.R. Ahmad dan Bukhari, Nasa’i dan Hakim dan ditashih oleh Al-Albani]

Hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud: “Manusia yang paling utama di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan berkata: “Hasan ghorib dan H.R. Ibnu Hibban]

Dari Jabir bin Abdullah berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika mendengarkan adzan membaca:

((اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ ، آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ))

“Ya Allah! Tuhan pemilik adzan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, berilah Muhammad wasilah dan fadhilah dan bangkitkanlah ia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan untuknya.”

Maka ia berhak mendapatkan syafa’at pada hari kiamat.” [H.R. Bukhari dalam shohihnya]


Celaan Bagi Yang Tidak Bersholawat Untuk Nabi.


Dari Abu Huraerah -Radhiyallahu ‘Anhu-­ berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Celakalah seseorang yang jika namaku disebut di sisinya ia tidak bersholawat untukku, celakalah seseorang, ia memasuki bulan Ramadhan kemudian keluar sebelum ia diampuni, celakalah seseorang, kedua orang tuanya telah tua tetapi keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” Abdurrahman salah seorang perawi hadits dan Abdurrahman bin Ishak berkata: “Saya kira ia berkata: “Atau salah seorang di antara keduanya” [H.R. Tirmidzi dan Bazzar]

Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((البَخِيلُ كُلَّ البُخْلِ الَّذِي ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))

“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]

Dari Ibnu Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ خُطِئَ طَرِيقَ الجَنَّةَ))

“Barangsiapa yang lupa mengucapkan sholawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.” [Telah ditashih oleh Al-Albani]

Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: “Suatu kaum yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir kepada Allah dan bersholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki maka mereka akan diampuni.” [H.R. Tirmidzi dan mentahsinnya serta Abu Daud]

Diriwayatkan oleh Abu Isa Tirmidzi dari sebagian ulama berkata: “Jika seseorang bersholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekali dalam suatu majelis, maka itu sudah memadai dalam majelis tersebut.”


Faedah dan Buah Sholawat Untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


Ibnul Qoyyim menyebutkan 39 manfaat sholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.Melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala

2.Mendapatkan sepuluh sholawat dari Allah bagi yang membaca sholawat satu kali.

3.Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh kejahatan.

4.Diangkat baginya sepuluh derajat.

5.Kemungkinan doanya terkabul bila ia mendahuluinya dengan sholawat, dan doanya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam.

6.Penyebab mendapatkan syafa’at shallallahu ‘alaihi wasallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya.

7.Penyebab mendapatkan pengampunan dosa.

8.Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya.

9.Mendekatkan hamba dengan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari kiamat.

10.Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya bersholawat untuk orang yang bersholawat.

11.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab sholawat dan salam orang yang bersholawat untuknya.

12.Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat.

13.Menghilangkan kefakiran.

14.Menghapus predikat “kikir” dari seorang hamba jika ia bersholawat untuk nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika namanya disebut.

15.Orang yang bersholawat akan mendapatkan pujian yang baik dari Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang bersholawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh rasul-Nya.

16.Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya dan kemaslahatannya, karena orang yang bersholawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan doa ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya.

17.Nama orang yang bersholawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: “Sesungguhnya sholawat kalian akan diperdengarkan kepadaku.” Sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

18.Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu sholawatnya untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya lalu menyelamatkannya.” [H.R. Abu Musa Al-Madiniy]

19.Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan keadaan lahir menunjukkan hal itu.

20.Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak ia bersholawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat sholawat yang diinginkan untuknya dari Allah.


Shalawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, sampai akhir zaman. Amin.

Rindu kami padamu.. yaa Rasulullah.

Sesungguhnya telah ada pada (diRi) Rasulullah itu suRi teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi ORang yang menghaRap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) haRi kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
[QS. Al Ahzab, 33 : 21]

Detik-detik teRakhiR.. ”Ummatii..ummatii..”

Dengan suaRanya yang liRih Rasulullah beRtanya, “BeRitahu kepadaku Wahai JibRil, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? JibRil pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah beRbaRis untuk menyambut ROhmu.”
Rasulullah SAW beRsabda: “Segala puji dan syukuR bagi Tuhanku. Wahai JibRil, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? JibRil menjawab lagi: “Bahawasanya pintu-pintu SyuRga telah dibuka, dan bidadaRi-bidadaRi telah beRhias, sungai-sungai telah mengaliR, dan buah-buahnya telah Ranum, semuanya menanti kedatangan ROhmu.”
Rasulullah SAW beRsabda lagi: “Segala puji dan syukuR untuk Tuhanku. BeRitahu lagi wahai JibRil, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? JibRil menjawab: “Aku membeRikan beRita gembiRa untuk anda wahai kekasih Allah. Engkaulah yang peRtama-tama diizinkan sebagai pembeRi syafaat pada haRi kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW beRsabda: “Segala puji dan syukuR, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai JibRil beRitahu kepadaku lagi tentang khabaR yang menggembiRakan aku?”
JibRil as beRtanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenaRnya yang ingin tuan tanyakan?
Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan dipeROlehi Oleh ORang-ORang yang membaca Al-QuRan sesudahku? Apakah yang akan dipeROlehi ORang-ORang yang beRpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan dipeROlehi ORang-ORang yang beRziaRah ke Baitul HaRam sesudahku?”
JibRil menjawab: “Saya membawa khabaR gembiRa untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah beRfiRman: Aku telah menghaRamkan SyuRga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya teRlebih dahulu.”
Maka beRkatalah Rasulullah SAW: “SekaRang, tenanglah hati dan peRasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku”. Lalu Malaikat Maut pun beRada dekat Rasulullah SAW.

Waktu semakin membuRu. Malaikat maut didesak waktu. Ia haRus segeRa menunaikan tugasnya. Apabila ajal telah tiba, tidak ada yang bisa menahan baRang sedetik, tidak juga ada yang mampu menguluRnya, demikian janji Allah kepada seluRuh manusia.

Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. PeRlahan-lahan IsRail menaRik Ruh Rasulullah daRi jasadnya yang semakin melemah. Ketika ROh baginda sampai di pusat peRut, Rasulullah beRsimbah keRingat di sekujuR tubuhnya. Baginda beRkata “Aduhai JibRil, betapa sakitnya sakaRatul maut ini.”

MendengaR ucapan Rasulullah itu, Fatimah Az-ZahRa teRpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam, Malaikat pengantaR wahyu tak kuasa melihat pendeRitaan kekasih Allah, dibuangnya mukanya jauh-jauh.
Lalu Rasulullah SAW beRtanya:“Wahai JibRil, apakah engkau tidak suka memandang mukaku hingga kau palingkan wajahmu daRiku?”
JibRil menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang meRasakan sakitnya maut?”

Tak kuasa menahan sakit, Rasulullah memekik. “Ya Allah, betapa sakitnya maut ini. Timpakan semua siksa maut ini kepadaku. Jangan kau beRikan kepada ummatku.“ SekujuR tubuh Rasulullah, daRi kaki hingga dada, sudah mulai teRasa dingin. Di penghujung ajalnya, ketika nafas tinggal satu-satu meninggalkan ROngga dadanya, bibiRnya beRgeRak sepeRti hendak mengatakan sesuatu. Ia masih ingin mengatakan sesuatu. Menantu Rasulullah yang beRada di sampingnya segeRa mendekatkan telinganya, mendengaR dengan sangat seksama. “Uushiikum bis-shalah, wa maa malakat aimanukum.” Itulah kalimatnya yang keluaR. “PelihaRalah shalat, dan santunilah ORang-ORang lemah di antaRamu.”

Di luaR Rumah, suaRa tangis paRa sahabat mulai teRdengaR beRsahutan. Di sisa teRakhiR tenaganya yang teRtinggal, Rasulullah masih beRupaya mengucapkan sesuatu. Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibiR Rasulullah yang mulai membiRu. “Ummatii, ummatii, ummatiii…” “Umatku, umatku, umatku…”

Nyawapun meRegang, lepas daRi jasad Rasulullah. Tangispun meledak. Semua sahabat meRasa telah kehilangan manusia yang paling meReka cintai, manusia yang memiliki sebaik-baik akhlaq, yang sejak muda beRgelaR Al-Amin, Yang TeRpeRcaya.

Dan, beRakhiRlah hidup manusia mulia yang membeRi sinaRan itu..

Kini, mampukah kita mencintai sepeRtinya ?
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita..
Allahumma shalli wa sallim wa baRik ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’iin…

Rindu Rasulullah SAW

Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW berkulit hitam namun berhati putih mempunyai banyak kenangan tersendiri pada lelaki mulia yang menjadi nabinya. Kenangan itu berkerak dan melekat dalam diri Bilal ra. sampai jauh setelah Rasulullah SAW wafat. Agar tak terkoyak moyak hatinya, Bilal ra. memutuskan untuk tak lagi adzan sepeninggal Rasulullah SAW. Sampai suatu ketika, rindu Bilal ra. tak tertahankan. Ia pun mengumandangkan adzan.

Kisah itu diawali dengan cerita Bilal ra. tentang mimpinya semalam. Lelaki asal Ethiopia itu, suatu malam bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW. “Bilal, betapa rindu aku padamu,” kata Rasulullah SAW dalam mimpi Bilal.

Satu orang mendengar cerita Bilal ra. Tak berapa lama, orang pertama menceritakan mimpi Bilal ra. pada orang kedua. Orang keduapun bercerita pada orang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Menjelang sore, nyaris seluruh penduduk kota Madinah, kota yang sudah lama ditinggalkannya, tahu tentang mimpinya itu. Maka bersepakat penduduk Madinah, meminta Bilal ra. untuk adzan di masjid Rasulullah saat waktu shalat maghrib tiba.

Tak kuasa Bilal menolak keinginan sahabat-sahabatnya. Senja merah, angin sepoi dan langit bersih dari mega. Bilal mengumandangkan adzan. Penduduk Madinah tercekam kerinduan. Rasa dalam dada membuncah, detik-detik bersama Rasulullah, manusia tercinta terbayang kembali di pelupuk mata. Akhirnya, penduduk Madinah pun menitikkan air mata rindunya. Dan Bilal ra, tentu saja ia diharu biru rindu pada kekasihnya, nabi akhir zaman itu.