Sesungguhnya telah ada pada (diRi) Rasulullah itu suRi teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi ORang yang menghaRap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) haRi kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
[QS. Al Ahzab, 33 : 21]
Detik-detik teRakhiR.. ”Ummatii..ummatii..”
…
Dengan suaRanya yang liRih Rasulullah beRtanya, “BeRitahu kepadaku Wahai JibRil, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? JibRil pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah beRbaRis untuk menyambut ROhmu.”
Rasulullah SAW beRsabda: “Segala puji dan syukuR bagi Tuhanku. Wahai JibRil, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? JibRil menjawab lagi: “Bahawasanya pintu-pintu SyuRga telah dibuka, dan bidadaRi-bidadaRi telah beRhias, sungai-sungai telah mengaliR, dan buah-buahnya telah Ranum, semuanya menanti kedatangan ROhmu.”
Rasulullah SAW beRsabda lagi: “Segala puji dan syukuR untuk Tuhanku. BeRitahu lagi wahai JibRil, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? JibRil menjawab: “Aku membeRikan beRita gembiRa untuk anda wahai kekasih Allah. Engkaulah yang peRtama-tama diizinkan sebagai pembeRi syafaat pada haRi kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW beRsabda: “Segala puji dan syukuR, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai JibRil beRitahu kepadaku lagi tentang khabaR yang menggembiRakan aku?”
JibRil as beRtanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenaRnya yang ingin tuan tanyakan?
Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan dipeROlehi Oleh ORang-ORang yang membaca Al-QuRan sesudahku? Apakah yang akan dipeROlehi ORang-ORang yang beRpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan dipeROlehi ORang-ORang yang beRziaRah ke Baitul HaRam sesudahku?”
JibRil menjawab: “Saya membawa khabaR gembiRa untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah beRfiRman: Aku telah menghaRamkan SyuRga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya teRlebih dahulu.”
Maka beRkatalah Rasulullah SAW: “SekaRang, tenanglah hati dan peRasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku”. Lalu Malaikat Maut pun beRada dekat Rasulullah SAW.
Waktu semakin membuRu. Malaikat maut didesak waktu. Ia haRus segeRa menunaikan tugasnya. Apabila ajal telah tiba, tidak ada yang bisa menahan baRang sedetik, tidak juga ada yang mampu menguluRnya, demikian janji Allah kepada seluRuh manusia.
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. PeRlahan-lahan IsRail menaRik Ruh Rasulullah daRi jasadnya yang semakin melemah. Ketika ROh baginda sampai di pusat peRut, Rasulullah beRsimbah keRingat di sekujuR tubuhnya. Baginda beRkata “Aduhai JibRil, betapa sakitnya sakaRatul maut ini.”
MendengaR ucapan Rasulullah itu, Fatimah Az-ZahRa teRpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam, Malaikat pengantaR wahyu tak kuasa melihat pendeRitaan kekasih Allah, dibuangnya mukanya jauh-jauh.
Lalu Rasulullah SAW beRtanya:“Wahai JibRil, apakah engkau tidak suka memandang mukaku hingga kau palingkan wajahmu daRiku?”
JibRil menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang meRasakan sakitnya maut?”
Tak kuasa menahan sakit, Rasulullah memekik. “Ya Allah, betapa sakitnya maut ini. Timpakan semua siksa maut ini kepadaku. Jangan kau beRikan kepada ummatku.“ SekujuR tubuh Rasulullah, daRi kaki hingga dada, sudah mulai teRasa dingin. Di penghujung ajalnya, ketika nafas tinggal satu-satu meninggalkan ROngga dadanya, bibiRnya beRgeRak sepeRti hendak mengatakan sesuatu. Ia masih ingin mengatakan sesuatu. Menantu Rasulullah yang beRada di sampingnya segeRa mendekatkan telinganya, mendengaR dengan sangat seksama. “Uushiikum bis-shalah, wa maa malakat aimanukum.” Itulah kalimatnya yang keluaR. “PelihaRalah shalat, dan santunilah ORang-ORang lemah di antaRamu.”
Di luaR Rumah, suaRa tangis paRa sahabat mulai teRdengaR beRsahutan. Di sisa teRakhiR tenaganya yang teRtinggal, Rasulullah masih beRupaya mengucapkan sesuatu. Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibiR Rasulullah yang mulai membiRu. “Ummatii, ummatii, ummatiii…” “Umatku, umatku, umatku…”
Nyawapun meRegang, lepas daRi jasad Rasulullah. Tangispun meledak. Semua sahabat meRasa telah kehilangan manusia yang paling meReka cintai, manusia yang memiliki sebaik-baik akhlaq, yang sejak muda beRgelaR Al-Amin, Yang TeRpeRcaya.
Dan, beRakhiRlah hidup manusia mulia yang membeRi sinaRan itu..
Kini, mampukah kita mencintai sepeRtinya ?
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita..
Allahumma shalli wa sallim wa baRik ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’iin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar